Kamis, 14 Juni 2012

Kesehatan Mental (tugas)

menurut saya dari semua film yang saya lihat yang paling mengharukan adalah cerita tentang seorang pengemis jalanan, dengan keadaan pengemis itu yang normal, punya 2 mata, 2 telinga, 2 kaki, 2 tangan, dan 1 mulut yang masih normal ia meminta belas kasihan para pengendara mobil, motor, bahkan angkutan umum dijalan untuk kehidupannya sehari-hari.... sampai pada suatu hari ia mengemis pada pengendara bajaj di sebuah jalan. pengemis itu meminta pada supir bajaj untuk menyisihkan sebagian uangnya namun supir tersebut dengan tegas tidak memberikan sedikitpun uang. lalu pengemis itu pergi dan meminta pada penumpang supir bajaj tadi, penumpang pun memberikan sedikit uangnya... setelah pengemis pergi, penumpang supir bajaj tersebut bertanya "apa kamu tidak bisa menyisihkan sedikit saja uang untuk pengemis seperti itu?" supir bajaj pun dengan santai menjawab "seharusnya dengan keadannya yang seperti itu ia bisa mencari pekerjaan lain bukan mengemis" penumpang itupun terdiam. pada akhirnya penumpang itu tau bahwa supir bajaj tersebut adalah seseoreang yang cacat, tapi ia masih berusaha sekuat tenaga untuk bekerja tanpa harus menjadi seseoreang yang hanya mengandalkan belas kasihan orang lain untuk hidupnya sendiri... 


Pada film tersebut tersirat makna bahwa suatu kekurangan bukan suatu penghalang bagi kita untuk melakukan sesuatu. selagi kita yakin dan kita merasa bahwa kita mampu melakukannya maka kita pasti bisa melakukan apa yang kita mau asalkan kita berusaha dan pantang menyerah....

harapan saya, semoga cerita tersebut mampu mengubah pola pikir siapapun yang membaca atau mendengar, atau menontonnya... semoga kita mampu menjadi seseorang yang mau berusaha. tidak malas apalagi menjadikan kekurangan sebagai boomerang untuk kita. semoga dengan cerita ini kita bisa lebih bersyukur dan memanfaatkan apa yang sudah Tuhan berikan untuk kita. kita beruntung menjadi seseorang yang tidak kekurangan sedikitpun, maka kita harus memanfatkan itu semua dengan sebaik-baiknya :))

Rabu, 25 April 2012

SELF-DIRECTED CHANGES (Kesehatan Mental)


Self-directed changes adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung.
Kalau kita tidak bisa mengantisipasi perubahan, maka kita perlu menjadikan perubahan itu sebagai dorngan untuk mengubah diri.

Bagaimana caranya???

Mudah-mudah saja kok! Menurut SDCT (Self-Directed Change Theory) ada 3 cara, yaitu sebagai berikut:

Ø  Yang pertama, kita perlu memunculkan rasa tidak puas terhadap kondisi aktual yan kita hadapi saat ini (actual)
Ø  Yang kedua, kita perlu memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi ideal ang kita inginkan (ideal)
Ø  Yang ketiga, kita perlu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang bisa kita lakukan untuk bergerak dari kondisi aktual menuju kondisi ideal (Action Step)

Tiga langkah di atas harus berupa satu rangkaian yang tak terpisah. Jika sampai terpisah, akibatnya malah akan jelek. Misalnya, kita tidak puas dengan keadaan sekarang, tetapi rasa itu tidak kita gunakan untuk memunculkan gambaran yang jelas tentang keadaan yang kita inginkan dan tidak pula kita gunakan untuk mendorong mendorong aksi, apa kira-kira yang akan terjadi? Yang paling berpotensi akan terjadi adalah akan muncul konflik-diri…
 tapi sebaliknya, jika kita sanggup mengelola ketidakpuasan itu menjadi dorongan untuk mendinamiskan batin, pasti hasilnya jauh lebih baik!

Self Directed Change meliliki beberapa tahapan, diantaranya:

a.       Meningkatkan Kontrol Diri.
Meningkatkan control diri yaitu, Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana cara seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya (Harlock). Ketika seseorang ingin merubah kebiasaannya terhadap perbedaan yang besar.
Contohnya: misalnya seorang perokok berat yang ingin lepas dari kebiasaannya merokok.

b.      Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan adalah mengubah hal yang buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus menetapkan target unutk mempunyai hidup yang lebih baik lagi.
Contoh: kita harus menahan keinginan kita untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok dengan permen-permen pengganti rokok, dan sebagainya.

c.       Pencatatan Perilaku
Pencatatan perilaku maksudnya adalah kita mencatat hal apa saja yang bisa di rubah dari kebiasaan kita.
Contoh: misalnya jika kita mempunyai kebiasaan merokok, catat hal-hal apa saja yang mungkin mengganggu kita untuk tidak merokok. Misalnya dengan menhindari teman yang sedang merokok. Mungkin akan membantu kita untuk mempermudah godaan-godaan yang datang.

d.      Menyaring Anteseden Perilaku
Menyaring anteseden perilaku adalah menuliskan kebiasaan-kebiasaan yang ingin kita perbaiki.
Contoh: selain merokok, misalnya kita sering meminum minuman keras. Lalu kita tuliskan kebiasan tersebut untuk di ubah menjadi lebih baik. Dari situ mungkin kita akan berpikir sebenarnya selama ini baik atau burukkah kebiasaan tersebut untuk kesehatan kita!

e.      Menyusun Konsekuensi Yang Efektif
Jika kita sudah berhasil mengontrol kondisi yang memicu kebiasaan kita, kita perlu meningkatkan meningkatkan pengendalian diri, mengatur konsekuensi dari perilaku kita sehingga orang lain dapat menerimanya.

f.        Menerapkan Pencana Intervenesi
Membandingkan seberapa berhasil kita mencapai tujuan-tujuan yang kita kehendaki. Misalnya, menghitung berapa batang atau bungkus rokok yang di hisap dari sebelum kita menerapkan tahapan-tahapan ini sampai sudah menerapkan tahapan ini.

g.       Evaluasi
Evaluasi adalah, melihat berapa besar kemajuan yang sudah kita lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Pastikan setiap tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan yang belum bisa terpenuhi lebih baik kita mengulang tahapan-tahapan tersebut agar tujuan dapat tercapai dengan baik.

Referensi:

Gibbons Murice (2002) The Self-Directed Learning Handbook
Goleman, Daniel (2004) Primal Leadership Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Jakarta: PT Gramedia
Goleman, Daniel (1996) Emotional Intelligence ( Kecerdasan Emosional ). Jakarta: PT Gramedia

Selasa, 10 April 2012

MEMULAI KEBAJIKAN WALAUPUN KECIL

Ketika fajar menyingsing, seorang lelaki tua berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati angin laut yang segar menerpa bibir pantai. Di kejauhan dilihatnya seorang anak sedang memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke dalam air.
Setelah mendekati anak itu, lelaki tua itu bertanya heran, “Mengapa engkau mengumpulkan dan melemparkan kembali bintang laut itu ke dalam air?” “Karena bila dibiarkan hingga matahari pagi datang menyengat, bintang laut yang terdampar itu akan segera mati kekeringan, “Jawab si kecil itu.
“Tapi pantai ini luas dan bermil-mil panjangnya,” Kata lelaki tua itu sambil menunjukkan jarinya yang mulai keriput ke arah pantai pasir yang luas itu. “Lagi pula ada jutaan bintang laut yang terdampar. Aku ragu apakah usahamu itu sungguh mempunyai arti yang besar,” Lanjutnya penuh ragu.
Anak itu lama memandang bintang laut yang ada di tangannya tanpa berkata sepatahpun. Lalu dengan perlahan ia melemparkannya ke dalam laut agar selamat dan hidup.” kemudian dengan tersenyum pada lelaki tua itu, ia berkata “Aku membuat perubahan untuk satu hal. Satu Tindakan Sebuah kebaikan yang sederhana dapat membuat sebuah perubahan untuk keluargamu, temanmu, bahkan untuk wajah wajah asing yang kadang tidak kita kenal”. Saya yakin usahaku sungguh memiliki arti yang besar sekurang-kurangnya bagi yang satu ini.” Kata si kecil itu.
Pesan Moral : kadang kadang, kita selalu merasa tidak bisa berbuat apa apa seperti layaknya anak kecil itu, namun walaupun itu cuma tindakan kebaikan sederhana, tapi membuat begitu banyak perbedaan untuk Bintang laut itu sendiri
Ketika anda memberikan sedikit senyuman untuk orang lain, baik itu keluarga anda, teman anda ataupun orang asing yang anda temui, anda telah membuat perbedaan besar bagi mereka.
Tindakan kecil yang sederhana dapat membuat perbedaan besar kepada seseorang yang sedang membutuhkan. Menyelamatkan Bintang laut adalah sedikit aksi yang membuktikan kebenaran itu
Kita sering mendambakan untuk melakukan sesuatu yang besar, namun sering kali kita lupa bahwa yang besar itu sering dimulai dengan sesuatu yang kecil. Mulailah berbuat kebajikan pada hal-hal kecil, maka engkau akan diberkati dalam hal-hal besar.

RORO JONGGRANG

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama . Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik , Raja Prambanan yang jelita. “ nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang.
Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Roro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar.
Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso. “Bagaimana, Roro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.

Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!” Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso.
Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah. Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung…dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin. Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Roro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu.
Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Roro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Roro Jonggrang. Ajaib! Roro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Roro Jonggrang.

Sumber:
buku cerita rakyat "roro jongrang"

Rabu, 21 Maret 2012

Teori kepribadian FREUD & ERIKSON


Bagaimana pribadi seseorang dapat berkembang??
Ø  Menurut teori FREUD 
Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, dia dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di kota Morivia dan meninggal dunia pada tanggal 23 September  1939, di London. Freud seorang pemuda yang mau bekerja keras, senang membaca dan belajar, serta menunjukan kemampuan intelektual yang cukup brilliant. Pada tahun 1873, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina, dan pada tahun 1881 dia lulus sebagai dokter dengan yudisium “excellent”. Freud adalah seorang ahli neurologi , ia mulai praktek medis di Wina sampai akhir abad 19. Seperti halnya para ahli neurologi lain, pada masa itudia sering membantu orang-orang yang menghadapi masalah-masalah nervous seperti rasa cemas, rasa takut yang irrasional, dan obsesi. Pengalamannya menangani para pasien banyak memberikan inspirasi kepada Freud untuk menyusun Teori Kepribadiannya.
Freud dipandang  sebagai  teoretisi  psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian. Dia berpendapat bahwa masa anak (usia 0-5 tahun ) atau usia pregenital mempunyai peranan yang sangat dominan dalam membentuk kepribadian atau karakter seseorang. Karena sangat menentukannya masa ini, dia berpendapat bahwa “The child is the father of man”  (“Anak adalah ayah manusia”).  Berdasarkan hal ini, maka hampir semua masalah kejiwaan pada usia selanjutnya (khususnya usia dewasa),factor penyebabnya dapat ditelusuri pada usia pregenital ini. Makna perkembangan kepribadian menurut Freud adalah “belajar tentang cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan (tenson reduction) dan memperoleh kepuasan”. Ketegangan tersebut terjadi bersumber kepada empat aspek, yaitu sebagai berikut:
a)      Pertumbuhan fisik. Seperti peristiwa menstruasi dan mimpi pertama dapat menimbulkan perubahan aspek psikologis dan juga ada tuntutan baru dari lingkungan, Contohnya seperti dalam berpakaian dan bertingkah laku.
b)      Frustasi. Orang yang tidak pernah frustasi tidak akan pernah berkembang. Jika anak dimanja (over protection) tidak akan berkembang rasa tanggung jawab dan kemandiriannya.
c)       Konflik. Ini terjadi antara id, ego, dan superego. Apabila individu dapat mengatasi setiap konflik yang terjadi diantara ketiga komponen kepribadian tersebut maka dia akan mengalami perkembangan yang sehat.
d)      Ancaman. Lingkungan, di samping dapat memberikan kepuasan kepada kebutuhan atau dorongan instink individu, juga merupakan sumber ancaman baginya yang dapat menimbulkan ketegangan. Apabila individu dapat mengatasi ancaman yang dihadapinya maka dia akan mengalami perkembangan yang di harapkan.
Teori perkembangan Freud didasarkan pada pengalamannya dalam menganalisis masalah yang dihadapi para pasiennya. Dalam mengeksplorasi proses kehidupan mental para pasien, ternyata sering mengarah kepada pengalaman masa kecilnya.
                Perkembangan kepribadian berlangsung melalui tahapan-tahapan perkembangan psikoseksualnya yaitu tahapan periode perkembangan seksual yang sangat mempengaruhi kepribadian masa dewasa. Freud berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia sebagian besar ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Keeratan antara seks dengan kepribadian ini dikemukakan juga oleh Masters dan Johnson : “seksualitas adalah dimensi dan pernyataan dari kepribadian”.
                Menurut model perkembangan Freud diantara kelahiran dan usia 5tahun (usia balita), anak mengalami tiga tahap perkembangan yaitu: oral, anal, dan phalik. Ketiga tahap ini disebut juga masa pregenital. Setelah usia 5tahun--- tahap setelah masa ini anak mengalami masa kematangan seksualnya yaitu pada tahap genital.

a. Tahap Oral (Oris=Mulut)
Tahap oral adalah periode bayi yang masih menetek yang seluruh hidupnya masih bergantung kepada orang  lain. Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral hingga sehingga perbuatan menghisap dan menelan menjadi metode utama untuk mereduksi ketegangan dan mencapai kepuasan (kenikmatan).  Karena mulut menjadi sumber kepuasan erotis, maka anak akan menikmati peristiwa menetek pada ibunya dan memasukan segala jenis benda ke dalam mulutnya termasuki jempolnya sendiri. Ketidakpuasan pada masa oral akan menimbulkan peristiwa regresi (kemunduran) yaitu berbuat seperti bayi atau anak yang sangat bergantung pada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan juga gejala iri hati (cemburu). Reaksi kedua gejala tersebut dapat dinyatakan dalam tingkah laku misalnya jika anak tidak mendapat kepuasan pada masa oral nantinya anak akan mencari kepuasan pada masa dewasa seperti menghisap jempol, merokok. Dan dia akan menampilkan pribadi yang kurang mandiri (kurang bertanggung jawab), bersikap rakus, dan haus perhatian atau cinta orang lain.
b. Tahap Anal (Anus = Dubur)
tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap ini libido di distribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan ketika duburnya penuh dengan ampas makanan, dan peristiwa buang air besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan ketegangan dan pencapaian kepuasan,  rasa senang, atau rasa nikmat. Peristiwa ini disebut erotik anal. setelah melewati masa penyapihan, pada masa ini9 anak akan dituntut untuk mulai menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua (lingkungan), eperti hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang air sembarangan.orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan kebersihan (toilet training), yaitu usaha sosialisasinilai-nilai sosial pertama yang sistematis sebagai upaya anak untuk mengontrol dorongan-dorongan biologis anak. Biasanya ada macam-macam cara orang tua memberikan pelatihan tersebut  yaitu dengan sikap keras, selalu memuji dan sikap pengertian. Ketiga cara tersebut akan memberikan dampak untuk perkembangan anak.
·         Sikap keras. Dampak ---> bersikap berlebih-lebihan dalam ketertiban dan kebersihan, bersikap kikir, stereotif-kurang kreatif, bersikap kejam/keras/memusuhi, penakut, bersikap kaku
·         Selalu memuji. Dampak ---> selalu ingin dipuji, kurang mandiri (manja)
·         Sikap pengertian. Dampak---> mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri, egonya berkembang dengan wajar.
c. Tahap Phalik (Phallus = Dzakar)
tahap ini berlangsung kira-kira usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia ini anak mulai memperhatikan atau senang memainkan alat kelaminnya sendiri. Dengan kata lain anak sudah mulai bermastrubasi—mengusap-usap atau memijit-mijit organ seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau rasa senang.
                Agar perkembangan anak pada tahap ini dapat berjalan dengan baik, tidak mengalami hambatan atau kemandengan, maka  seyyogianya orang tua memperhatikan hal-hal berikut.
1)      Orang tua memelihara keharmonisan keluarga.
2)      Ibu memerankan dirinya sebagai orang feminim, bersikap ramah, gembira, dan memberikan kasih sayang.
3)      Ayah mampu memerankan dirinya sebagai figur yang menerapkan prinsip raelitaas dalam menghadapi  segala masalah hidup, tanpa  melarikan diri dari masalah atau berlebihan.
4)      Ayah dan ibu memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai agama yang dianutnya.
5)      Ayah bersikap demokratif, penuh perhatian, akrab dengan anak dan tidak munafik.
d. Tahap Latensi
                Tahap latensi berkisar antara usia 6 s/d 12 tahun (masa sekolah dasar). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan sex di hambat atau di repres. Dengan kata lain masalah ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan sex dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olahraga dan kegiatan lainnya), dan mulai menaruh perhatian untuk berteman. Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga dalam bermain pun anak laki-laki berkelompok dengan laki-laki begitu pun sebaliknya.
e. Tahap Genital
                Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak. Pada periode ini, insting seksual dan agresif menjadi aktif. Anak mulai mengembangkan motif untuk mencintai orang lain, atau mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain). Motif-motif ini mendorong anak remaja untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan, dan perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri yang bersifat kekanak-kanakan atau selfish kepada kehidupan sosial orang dewasa dan berorientasi kepada kenyataan atau sikap altruis. Tahapan perkembangan psikoseksual akan memberikan dampak yang beragam bagi perkembangan karakter atau kepribadian individu pada masa dewasanya. Apabila individu dapat melalui semua tahapan tersebut secara mulus, maka ia cenderung akan memiliki kepribadian yang sehat. Tapi jika sebaliknya cenderung akan mengalami gejala tingkah laku malah suai (maladjustment) atau neurotik (gangguan jiwa). Menurut freud indikator dari karakter atau pribadi yang sehat adalah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan dalam bercinta (hubungan sosial) dan berkerja.

Ø  Menurut teori ERIK ERIKSON
Erik Erikson lahir di kota Frankfrut, Jerman, tanggal 15 Juni, 1902. Perkembangan indetitaas/diri tampaknya menjadi salah satu perhatian terbesarnya dalam kehidupan Erikson sendiri sama seperti dalam teorinya. Erik bersekolah di sekolah Biora. Setelah lulus SMA Erik ingin menjadi seorang seniman. Saat dia sedang tidak mengambil kelas seni, dia berkeliling Eropa untuk mengunjungi museum dan tidur di bawah jembatan. Dia hidup menjadi seorang pemberontak, itu sebelum dia menjadi seorang yang ‘the thing to do’. Dia menghabiskan 10 tahun dengan bekerja dan mengajar di klinik di Massachussets, dan 10 tahun kemudian kembali lagi ke Harvard. Sejak pension tahun 1970 dia menulis dan melakukan riset dengan istrinya. Erik Erikson meninggal pada tahun 1994.
Erikson terkenal dalam memperluas teori tahap-tahap perkembangan kepribadian dari freud. Erikson mengatakan bahwa perkembangan itu mempunyai prinsip epigenetip. Prinsip ini menjelaskan bahwa kehidupan organisme yang baru itu berkembang dari sumber yang memiliki identitas yang tidak berbeda dengan organisme yang baru dan bagimanapun perkembangannya itu bertahap. Perkembangan individu meliputi perkembangan psikoseksual dan psikososial. Ada 8 tahapan perkembangan menurut Erikson. Kemajuan atau ketentuan dalam suatu tahap akan berpengaruh pada sukses atau tidaknya seseorang dalam tahap berikutnya seperti contoh kecil perkembangan sekuntum bunga mawar dalam waktu yang pasti dan secara alami. Jika kita mengganggu perkembangan alaminya maka daun bunganya akan merusak seluruh bagian bunga.
a.      Tahap pertama
Tahap pertama , tingkat infancy/oral-sensory adalah kira-kira tahun pertama. Tugas ini untuk mengembangkan rasa percaya tanpa sama sekali menghapus kapasitas untuk curiga. Jika ayah dan ibu bisa memberikan kualitas keakraban secara konsisten dan continue pada anak, kemudian anak akan mengembangkan perasaan bahwa dunia, khususnya dunia sosial adalah tempat yang aman, orang bisa di percaya dan dicintai. Anak belajar untuk percaya pada tubuhnya dan cara memenuhi keinginan biologisnya. Kondisi kualitas atau keakraban dan kehangatan yang diciptakan orang tua, tidak mengartikan orang tua harus sempurna. Pada kenyataannya banyak orang tua yang terlalu melindungi anaknya akan diakhiri dengan tangisan yang akan menjadikan anak pada tendensi maladitif. Erikson menyebutnya dengan sensory maladjustment mereka akan bimbang dan berkembang jadi “malignant tendency of with drawal” dengan karakteristik depresi, paranoid, dan mungkin psikosis. Ayah dan ibu tidak perlu menjadi sempurna dengan tergesah-gesah tapi harus sempurna secara pasti atau konsisten.
b.      Tahap kedua
Tahap kedua adalah tahap anal muscular pada masa anak awal antara 8 bulan sampai 3-4 tahun. tugasnya untuk berprestasi, otonom kebalikan dari malu dan ragu. Jika ayah dan ibu mengizinkan anak belajar berjalan, bereksplorasi, dan memanipulasi lingkungan maka anak berkembang jadi otonom dan mandiri. Pada masa ini, anak dapat belajar  tentang control diri dan harga diri. Dengan kata lain, belajar mengontrol diri dan mengharga diri akan mempermudah si anak untuk mengatasi rasa malu dan ragu. Jika orangtua berusaha keras mengeksplorasi dan menjadikan anak mandiri, anak akan berasumsi tidak akan bisa melakukan apa yang ingin dilakukannya. Jika kita menyimpan kesan menertawakan saat anak berusaha untuk belajar berjalan maka si anak akan merasa sangat malu dan ragu pada  kemampuannya. Cara lain yang akan membuat si anak jadi pemalu dan ragu adalah jika kita memberikan kebebasan dan tidak dibatasi maka ini mempengaruh tidak baik. Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dielakkan tapi bermanfaat. Tanpa itu anak akan berkembang pada tindensi maladiktif, erikson menyebutnya dengan impulsiveness yang akan membuat anak melakukan sesuatu tanpa pertimbangan. Orang yang kompulsif akan merasa semua gampang dilakukan dan akan sempurna. Sehingga banyak orang yang pemalu dan merasa ragu pada dirinya. Sedikit kesabaran dan toleransi dalam membantu anak akan membantu berkembangan anak. Individu akan tumbuh dengan kekuatan saat dia bisa menyeimbangkan kebebasannya denga rasa malu dan ragu.
c.       Tahap Ketiga
Tahap ketiga adalah tahap umur bermain atau genital locomotor dari umur 3 atau 4 sampai 5 atau 6 tahun. anak belajar intuk berinisiatif tanap terlalu banyak merasa bersalah. Inisiatif maksudnya respon positif pada tantangan dunia, tanggung jawab, belajar keahlian baru dan merasa bermanfaat. Pada tahap ini waktunya bermain bukan belajar formal. Erikson memasukan penelitian oedipal dalam tahap perkembangan. Dalam pandangannya, krisis oedipal meliputi rasa segan anak dalam melepaskan atau menutup perlawanan jenis kelamin orang tuanya. Orang tua harus bertanggung jawab, mensosialisasikan dan mengharapkan si anak tumbuh. Tapi jika proses ini terlalu kasar dan tiba-tiba maka anak merasa bersalah tentang perasaannya.

d.      Tahap Keempat
Tahap keempat adalah tahap latency atau anak-anak usia sekolah dari usia 6-12 tahun. tugasnya adalah mengembangkan suatu kapasitas untuk industry atau menghasilkan dan saat menghindari sebuah perasaan rendah diri yang berlebihan. Para orang tua harus memberikan keberanian, guru harus peduli, teman sebaya harus menerima. Anak-anak harus belajar behawa kesenangan itu tidak hanya didapat dalam menyusun sebuah rencana, tapi dalam pelaksanaan juga. Mereka harus belajar merasakan kesuksesan, apakah itu disekolah ataupun ditempat bermain, akademis (sosial). Jika anak hanya mendapatkan sedikit kesuksesan, dikarenakan kekasaran guru-gure atau penolakan dari teman-teman sebaya maka dia malah akan mengembangkan suatu perasaan rendah diri atau tidak berkompeten. Erikson menyebutkan sumber tambahan dari rasa rendah diri tersebut yaitu rasisme, seksisme, dan bentuk-bentuk lain dari diskriminasi. Jika seorang anak mempercayai bahwa kesuksesan itu berkaitan dengan “siapa kamu?” daripada “seberapa keras kau berusaha”, maka anak akan bertanya “kenapa harus berusaha”.
e.      Tahap Kelima
Tahap kelima adalah masa remaja, dimulai dengan pubertas dan berakhir sekitar usia 18 atau 20 tahun. tugas selamamasa remaja adalah untuk mencapai identitas diri dan menghindari kebingungan. Masa remaja adalah masa yang dimintai erikson untuk diamati, dan pola-ppola yang dia lihat disini merupakan dasar pemikiran yang dia gunakan untuk tahap-tahap yang lain. Identitas diri berarti mengetahui siapa diri individu dan bagaimana diri individu masuk kedalam masyarakat. Unutk itu individu membutuhkan semua yang telah individu pelajari tentang dirinya sendiri serta kehidupan yang membentuk gambaran dirinya. Ketika seorang remaja menghadapi kebingungan, erikson mengatakan bahwa orang tersebut menderita krisis identitas. Bial remaja berhasil menyelesaikan tahap ini, remaja akan menemukan tujuan yang oleh erikson tersebut kesetiaan. Kesetiaan berarti kepatuhan, kemampuan untuk hidup dengan dasar komunitas meskipun didalamnya tidak didapati adanya kesempurnaan dan ketidaksinambungan. Kesetiaan disini bisa pula berarti remaja telah menemukan tempat dalam sebuah komunitas diman aremaja akan dapat kesempatan untuk berkontribusi.
f.        Tahap Keenam
Bila individu telah sampai pada tahap keenam, individu tengah berada pada tahap dewasa muda yang mempunyai jangkauan umur antara 18-30 tahun. pada tahap umur ini, individu merasa lebih membingungkan daripada tahap umur anak-anak, dan orang-orang mungkin akan membedakan secara dramatis. Tugas utama dalam tahap ini adalah untuk mencapai derajat keintiman sebagai lawan dari isolasi atau keterasingan. Intimasi adalah kemampuan untuk menjadi dekat dengan yang lain, sebagai kekasih, teman dan peserta dalam komunitas. Penyakit yang berbahaya pada masa ini, erikson menyebutnya keterasingan yaitu kecenderungan untuk mengisolasi diri dari semua, dari cinta, dari pertemanan, dan dari kominitas serta mengembangkan rasa benci yang pasti pada komunitas.
g.      Tahap Ketujuh
Tahap ketujuh adalah masa dewasa madya. Pada masa ini sulit menentukan rentang waktunya, tetapi masa ini termasuk masa pada saat individu membesarkan anak. Bagi sebagian besar orang, ini terjadi antara usia 20 tahun sampai dengan 50 tahun akhir. Tugas utama pada tahap ini adalah mengelola keseimbangan antara kegairahan hidup dengan stagnasi (kejenuhan). Kegairahan hidup (genarativity) adalah perluasan cinta kearah masa depan, yaitu memberikan perhatian pada generasi selanjutnya dan pada seluruh generasi masa depan. Seperti berkurangnya tingkat keegoisan dibandingkan dengan tahap sebelumnya: intimacy, cinta antara teman menjadi sebanding dan tentu saja harus terjadi secara timbale balik. Stagnasi atau kejenuhan, disisi lain, adalah tidak memperdulikan orang lain, menyerap segala untuk diri sendiri. Orang yang mengalami kejenuhan tidak lagi produktif sebagai anggota masyarakat. Mungkin sulit dibayangkan bahwa kita akana mengalami kejenuhan (stagnasi) dalam hidup kita. Jika individu berhasil pada tahap ini maka individu akan memiliki kemampuan untuk perduli pada orang yang akan membantu melewati sisa hidupnya.
h.      Tahap Kedelapan
Pada tahap ini, individu mengalami kesulitan. Masa dewasa akhir atau usia tua ini dimulai setelah anak-anak pergi meninggalkan rumah. Dalam teori erikson, individu yang mencapai tahap ini adalah hal yang baik dan apabila tidak mencapainya diperkirakan perkembangan individu itu akan terhambat oleh masalah yang baru. Tugas tahap ini adalah mengembangkan integritas ego dengan jumlah keputus asaan yang seminimal mungkin. Tahapa ini, khususnya dari perspektif kaum muda, terlihat seperti tahap yang paling sulit dari semua tahap yang ada. Beberapa orang berhenti dari pekerjaan yang sudah bertahun-tahun ditekuni, kemudian muncul perasaan ketidak bergunaan secara biologis seperti tubuh tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, wanita mengalami menopause; pria biasanya menyadari mereka tidak dapat lagi mengembangkan karir dalam pekerjaan.

Pribadi Sehat itu apa?
            Memiliki kepribadian yang sehat itu lebih cenderung kepada keshatan secara mental. Karena banyak orang yang cacat fisik tetapi berkepribadian sangat sehat. Berkepribadian yang sehat itu berperilaku yang baik dalam artian normal bukan abnormal. Karena proses psikis manusia sangat mempengaruhi perilaku seseorang yang menentukan sehat atau tidaknya kepribadian seseorang tersebut. Tetapi dibawah ini para ahli atau tokoh menuangkan pikiran secara teori mengenai model kepribadian yang sehat itu seperti apa, agar kita lebih jelas baca ulasan berikut ini.
Ahli-ahli psikologi pertumbuhan telah memiliki suatu pandangan yang segar terhadap kodrat manusia. Hal yang dapat kita capai pada tingkat pengetahuan kita ini adalah meneliti konsepsi-konsepsi tentang kesehatan psikologis dikaitkan dengan konsepsi-konsepsi diri kita. Sehingga kita dapat membicarakan teori mengenai model kepribadian sehat yang telah dikemukakan oleh para ahli. Konsep kepribadian yang sehat adalah konsep penggambaran topik yang mencakup kepribadian manusia itu sendiri.
·         Menurut Allport
Kepribadian yang sehat itu adalah seorang manusia yang sudah matang. Konsep diri (sekf) merupakan bagian yang penting dalam membicarakan kepribadian yang sehat. Baik jasmani maupun rohani. Pribadi yang sehat mempunyai kesadaran akan jasmani dan rohani, identitas diri (sebuah nama yang menjadi lambang kehidupan seseorang), harga diri (perasaan bangga seseorang), perluasan diri (menyadari adanya orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya), gambaran diri (rangkaian gambaran dari interaksi-interaksi diri terhadap orang lain), diri sebagai pelaku rasional.
Seseorang yang berkepribadian sehat sangat dipengaruhi oleh orang tua khususnya ibu, karena jika dari kecil seorang anak sudah disuruh mengerti tentang adanya konflik-konflik yang orang dewasa ciptakan maka dalam membentuk kosep pribadi yang normal atau sehat diperlukan pembentukan yang sehat dari kecil hingga dewasa.
·         Menurt Rogers
Pribadi yang sehat itu apabila seseorang sudah berfungsi sepenuhnya. Maksudnya adalah seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri tentang dunia karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh seorang individu itu sendiri. Karena kepribadian yang sehat itu bukan merupakan suatu keadaan dari ada melainkan proses, suatu arah bukan tujuan. Seseorang yan berfungsi sepenuhnya adalah orang yang terbuka pada pengalaman, kehidupan eksistensial (dirakan keberadaanya), kepercayaan terhadap organisme orang (perasaan organismik, jalan masuknya informasi yang ada dalam situasi membuat keputusan), perasaan bebas, dan berkreasi.
·         Menurut Fromm
Pribadi yang sehat bisa menunjukan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, baik dari respon-respon intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa didunia dan juga terhadap diri kita sendiri.
·         Menurut Maslow
Pribadi yang sehat bisa mengamati realitas secara efisien (mengamati objek-objek dan orang didunia sekitar secara objektif bukan subjektif), penerimaan umum atas kodrat, orang lain dan diri sendiri, spontanitas, kesederhanaan dan kewajaran, fokus terhadap masalah-masalah diluar diri mereka, kebutuhan akan privasi dan independensi, berfungsi secara otonom (berfungsi terhadap lingkungan sosial dan fisik), apsresiasi, pengalaman-pengalaman mistik atau puncak (pengaktualisasian diri terhadap ekstase, bahagia, terpesona dll.), minat sosial, hubungan antar pribadi, struktur watak demokratis, perbedaan antara sarana baik dan buruk, selera humor, kreativitas dan resistensi terhadap inkulturasi.
·         Menurut Fankl
Pribadi yang sehat yang mempunyai eksistensi. Frankl percaya hakikat eksistensi terdiri dari spiritualitas, kebebasan dan tanggung jawab. Meskipus spiritualitas dipengaruhi dunia material, namun ia tidak disebabkan atau dihasilkan oleh dunia material itu. Mungkin bisa diartikan sebagai roj dan jiwa.
Jadi menurut saya pribadi yang sehat menurut persepsi saya adalah apabila seseorang dibentuk dari kecil sudah baik dan sehat maka setelah besar nanti ia akan menjadi pribadi yang sehat. Tetapi karena dalam pembentukan seseorang mempunyai kepribadian yang sehat dipengaruhi faktor eksternal bukan hanya internal saja. Maka, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Bila digabungkan dari 5 tokoh yang saya ulas, maka bila ciri kepribadian sehat dari masing-masing tokoh digabung. Itu bisa menjawab pertanyaan mengenai kepribadian sehat itu apa. Punya pendapat lain tentang pribadi yang sehat, komen aja langsung. Ditunggu saran dan kritiknya ya..



Daftar Pustaka
1.    Duane Schultz. 1991. Psikologi Pertumbuhan (Model-Model Kepribadian Sehat). Yogyakarta : Kanisius.
2.    Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.

 
KONSEP SEHAT DIMENSINYA

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
1.       Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2.       Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3.       Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasasyukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fanaini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4.       Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, sertasaling toleran dan menghargai.
5.       Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagikelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.


1.     KESEHATAN MENTAL

Istilah Kesehatan mental sering menimbulkan asosiasi kurang menyenangkan. Seolah-olah istilah itu hanya khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan psikopatologiseperti skizofrenia, depresi, manic, gangguan kepribadian seperti borderline, agresif pasif, antisocial. Padahal kalau mau imbang dalam melihatnya sebetulnya kesehatan mental juga akan berkaitan dengan kesehatan mental, bukan penyakit atau gangguan saja. Kemudian ada istilah kesehatan mental positif. Ide tentang kesehatan mental positif ditulis oleh Marie Jahoda di tahun 1958. Artinya, kita tidak melihat kesehatan mental dari sudut pandang penyakit mental atau gangguan mental, tapi mulai melihat kesehatan mental dari sudut pandang positif. Artinya orang yang sehat mentalnya punya penyesuaian dan kelenturan dalam menghadapi hidup. Kesehatan mental bukan berarti tidak mengalami penyakit dan gangguan mental, melainkan manusia mampu kembali kekehidupan sebelum dia mengalami tekanan berat dalam hidupnya.

2.     SEJARAH KESEHATAN MENTAL

Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat tentang kesehatan mental semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru lagi bagi  semua masyarakat. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental. Yang tercatat dalam sejarah ilmu kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada cara-cara untuk mengatasinya.  Untuk lebih lanjutnya, berikut akan dijelaskan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.

3.     PERKEMBANGAN KESEHATAN SEJARAH MENTAL
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra-ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan, tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan. Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19. Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1.       Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2.       Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3.       Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4.       Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.




Konsep Sehat dan Sejarah Singkat Kesehatan Mental


KONSEP SEHAT DIMENSINYA

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
1.       Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2.       Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3.       Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasasyukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fanaini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4.       Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, sertasaling toleran dan menghargai.
5.       Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagikelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.


1.     KESEHATAN MENTAL

Istilah Kesehatan mental sering menimbulkan asosiasi kurang menyenangkan. Seolah-olah istilah itu hanya khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan psikopatologiseperti skizofrenia, depresi, manic, gangguan kepribadian seperti borderline, agresif pasif, antisocial. Padahal kalau mau imbang dalam melihatnya sebetulnya kesehatan mental juga akan berkaitan dengan kesehatan mental, bukan penyakit atau gangguan saja. Kemudian ada istilah kesehatan mental positif. Ide tentang kesehatan mental positif ditulis oleh Marie Jahoda di tahun 1958. Artinya, kita tidak melihat kesehatan mental dari sudut pandang penyakit mental atau gangguan mental, tapi mulai melihat kesehatan mental dari sudut pandang positif. Artinya orang yang sehat mentalnya punya penyesuaian dan kelenturan dalam menghadapi hidup. Kesehatan mental bukan berarti tidak mengalami penyakit dan gangguan mental, melainkan manusia mampu kembali kekehidupan sebelum dia mengalami tekanan berat dalam hidupnya.

2.     SEJARAH KESEHATAN MENTAL

Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat tentang kesehatan mental semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru lagi bagi  semua masyarakat. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental. Yang tercatat dalam sejarah ilmu kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada cara-cara untuk mengatasinya.  Untuk lebih lanjutnya, berikut akan dijelaskan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.

3.     PERKEMBANGAN KESEHATAN SEJARAH MENTAL
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra-ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan, tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan. Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19. Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1.       Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2.       Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3.       Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4.       Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.

 Daftar Pustaka
1.    Duane Schultz. 1991. Psikologi Pertumbuhan (Model-Model Kepribadian Sehat). Yogyakarta : Kanisius.
2.    Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.