Self-directed
changes adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa
mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang
mendukung.
Kalau kita tidak bisa mengantisipasi perubahan, maka kita perlu menjadikan perubahan itu sebagai dorngan untuk mengubah diri.
Kalau kita tidak bisa mengantisipasi perubahan, maka kita perlu menjadikan perubahan itu sebagai dorngan untuk mengubah diri.
Bagaimana caranya???
Mudah-mudah
saja kok! Menurut SDCT (Self-Directed
Change Theory) ada 3 cara, yaitu sebagai berikut:
Ø
Yang pertama, kita perlu memunculkan rasa tidak
puas terhadap kondisi aktual yan kita hadapi saat ini (actual)
Ø
Yang kedua, kita perlu memiliki gambaran yang
jelas tentang kondisi ideal ang kita inginkan (ideal)
Ø
Yang ketiga, kita perlu memiliki konsep yang
jelas tentang apa yang bisa kita lakukan untuk bergerak dari kondisi aktual
menuju kondisi ideal (Action Step)
Tiga langkah di atas harus berupa satu rangkaian yang tak
terpisah. Jika sampai terpisah, akibatnya malah akan jelek. Misalnya, kita
tidak puas dengan keadaan sekarang, tetapi rasa itu tidak kita gunakan untuk
memunculkan gambaran yang jelas tentang keadaan yang kita inginkan dan tidak
pula kita gunakan untuk mendorong mendorong aksi, apa kira-kira yang akan
terjadi? Yang paling berpotensi akan terjadi adalah akan muncul konflik-diri…
tapi sebaliknya, jika
kita sanggup mengelola ketidakpuasan itu menjadi dorongan untuk mendinamiskan batin,
pasti hasilnya jauh lebih baik!
Self Directed Change meliliki
beberapa tahapan, diantaranya:
a.
Meningkatkan Kontrol Diri.
Meningkatkan control diri yaitu, Kontrol
diri berkaitan dengan bagaimana cara seseorang mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dalam dirinya (Harlock). Ketika seseorang ingin merubah
kebiasaannya terhadap perbedaan yang besar.
Contohnya: misalnya seorang perokok berat
yang ingin lepas dari kebiasaannya merokok.
b.
Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan adalah mengubah hal yang
buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus menetapkan target unutk mempunyai
hidup yang lebih baik lagi.
Contoh: kita harus menahan keinginan kita
untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok dengan permen-permen pengganti
rokok, dan sebagainya.
c.
Pencatatan Perilaku
Pencatatan perilaku maksudnya adalah kita
mencatat hal apa saja yang bisa di rubah dari kebiasaan kita.
Contoh: misalnya jika kita mempunyai
kebiasaan merokok, catat hal-hal apa saja yang mungkin mengganggu kita untuk
tidak merokok. Misalnya dengan menhindari teman yang sedang merokok. Mungkin akan
membantu kita untuk mempermudah godaan-godaan yang datang.
d.
Menyaring Anteseden Perilaku
Menyaring anteseden perilaku adalah
menuliskan kebiasaan-kebiasaan yang ingin kita perbaiki.
Contoh: selain merokok, misalnya kita
sering meminum minuman keras. Lalu kita tuliskan kebiasan tersebut untuk di
ubah menjadi lebih baik. Dari situ mungkin kita akan berpikir sebenarnya selama
ini baik atau burukkah kebiasaan tersebut untuk kesehatan kita!
e.
Menyusun Konsekuensi Yang Efektif
Jika kita sudah berhasil mengontrol kondisi
yang memicu kebiasaan kita, kita perlu meningkatkan meningkatkan pengendalian
diri, mengatur konsekuensi dari perilaku kita sehingga orang lain dapat
menerimanya.
f.
Menerapkan Pencana Intervenesi
Membandingkan seberapa berhasil kita
mencapai tujuan-tujuan yang kita kehendaki. Misalnya, menghitung berapa batang
atau bungkus rokok yang di hisap dari sebelum kita menerapkan tahapan-tahapan
ini sampai sudah menerapkan tahapan ini.
g.
Evaluasi
Evaluasi adalah, melihat berapa besar kemajuan
yang sudah kita lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Pastikan setiap
tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan yang belum bisa terpenuhi lebih baik
kita mengulang tahapan-tahapan tersebut agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Referensi:
Gibbons Murice (2002) The
Self-Directed Learning Handbook
Goleman, Daniel (2004) Primal
Leadership Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Jakarta: PT Gramedia
Goleman, Daniel (1996) Emotional Intelligence (
Kecerdasan Emosional ).
Jakarta: PT Gramedia